Beberapa hari ini, Negara Sekutu resmi menggempur Libya. Diawali
oleh Prancis, diikuti Amerika dan Italia. Negara Sekutu lainnya pun
telah bersiap untuk turut serta. Pesawat-pesawat tempur beserta
kapal-kapal perang induk Negara Sekutu pun telah merapat ke Tripoli,
Ibukota Libya.
Kita semua sudah terbiasa mendengar kisah seperti ini, Negara-negara
Barat dan Amerika menginvasi militer suatu negara karena negara tersebut
‘tidak demokratis’.
Tentu kita juga masih ingat dibubarkannya Pemerintahan Hamas
Palestina pada tahun 2006 oleh negara-negara barat yang dikomandani
Amerika, padahal Hamas menang Pemilu secara ‘jujur dan bersih’. Mengapa
Hamas yang secara fair menang Pemilu harus dibubarkan? Padahal
kemenangan Presiden dinegara kita yang banyak kecurangan saja tidak
dibubarkan..
3 Agenda Globalisasi
Penulis masih ingat betul dengan sebuah sesi perkuliahan
“Kewarganegaraan” di Semester 2 dulu, Pak Dosen menyebutkan agenda
globalisasi lalu menjelaskannya secara detil. 3 agenda globalisasi itu
adalah:
1. Demokrasi
2. Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Lingkungan Hidup
Pada kesempatan ini Penulis akan menyoroti agenda globalisasi yang
pertama, yakni demokrasi. Dikalangan ummat islam sendiri, demokrasi
telah menjadi perdebatan dari dulu hingga hari ini. Yang berdemokrasi
berdalih untuk mengunakan demokrasi sebagai ‘sarana dakwah’ dengan
kaidah maslahat.
Yang kontra demokrasi berbeda pandangan, ada yang menganggap haram,
sedang yang lain menyebutnya syirik. Terlepas dari pro dan kontra,
sebenarnya semua telah sepakat bahwa demokrasi adalah produk kafir dan
demokrasi itu sistem kufur.
Hingga waktu pun terus berlalu, dan pada hari ini kenyataannya
demokrasi telah mendarah-daging dihati mayoritas kaum muslimin. Padahal
demokrasi adalah produk kafir dan demokrasi itu sistem kufur.
Seiring berjalannya waktu, kita menyaksikan pemilu demi pemilu telah
dilaksanakan diberbagai belahan dunia, termasuk di negeri-negeri kaum
muslimin. Dengan melihat 3 agenda globalisasi diatas, maka sudah
‘sewajarnya’ bila negara-negara barat mengekspor demokrasi sebagai salah
satu pilar globalisasi.
Dan sungguh aneh bila kemudian ada aktivis (apalagi jama’ah) islam
yang dengan getol ingin mendemokrasikan negaranya. Sehingga penyebaran
paham demokrasi menjadi salah satu agenda utama ‘perjuangannya’.
Tidakkah sadar bahwa ia telah menjadi kaki tangan kafir barat?
Kita harus melihat fakta sejarah. Atas nama demokrasi, hari ini Libya
digempur. Atas nama demokrasi pula, Pemerintahan Hamas dibubarkan.
Mengapa? Ini yang harus kita jawab bersama.
Mimpi Indah Demokrasi
Salah satu rayuan demokrasi adalah kebebasan. Pada 1998, Rezim Orba
di Indonesia berhasil dilengserkan. Rezim ini dianggap tidak demokratis,
karena otoriter dan memasung kebebasan. Sehingga setelah reformasi,
dimana bangsa ini menjadi demokratis –yang ditandai dengan pemilihan
langsung pemimpinnya– maka kran kebebasan pun terbuka lebar. Contohnya
saja ketika di jaman rezim orba para muslimah dilarang berjilbab, kini
para muslimah dapat berjilbab. Bahkan banyak diantaranya yang bercadar.
Lalu kemudian, mengapa FIS di Aljazair dan Hamas di Palestina yang
menang pemilu secara fair tidak diterima dan malah dibubarkan
negara-negara adidaya barat—khususnya oleh Amerika?
Inilah titik persoalannya.
FIS dan Hamas merupakan partai islam yang didukung penuh oleh rakyat,
mereka dikenal dan dicintai rakyat karena komitmennya kepada ajaran
islam. Rakyat berharap partai islam yang didukungnya –setelah menang
pemilu– dapat menerapkan kembali syari’at islam.
Karena saat itu –sampai hari ini– semangat berislam rakyat diberbagai
negeri muslim telah tumbuh menguat, sehingga mereka sadar bahwa
Islam-lah yang harus mengatur seluruh aspek kehidupan mereka (yang
melingkupi politik, ekonomi dan sosial) dan memang hanya islam-lah
satu-satunya sistem yang dapat mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh ummat manusia.
Wajah Demokrasi
Sejarah telah berlalu. Penggunaan demokrasi sebagai ‘sarana
perjuangan’ untuk menegakkan islam sudah melalui rentang waktu yang
panjang, yang mana partai islam dibeberapa belahan dunia telah
menorehkan tinta emas berupa kemenangan dalam pemilu. Dan ternyata,
setelah partai islam memenangkan pemilu, mereka malah diobrak-abrik
negara-negara adidaya kafir barat yang dikomandani oleh Amerika.
Hal ini dilakukan karena negara-negara adidaya kafir barat –khususnya
Amerika– khawatir, bila partai islam yang memimpin, maka pemimpinnya
akan menerapkan syari’at islam sehingga demokrasi akan dihapuskan.
Ya, inilah wajah demokrasi.
Demokrasi yang diekspor oleh negara-negara kafir barat tidak akan
dapat menerima syari’at islam, meskipun partai islam yang keluar sebagai
pemenang dalam pemilu.
Meskipun mayoritas rakyat menginginkan tegaknya syari’at islam,
padahal jargon demokrasi adalah “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk
Rakyat”. Padahal demokrasi adalah kekuasaan/hukum rakyat, tapi ternyata
bila rakyatnya menginginkan hukum islam, maka hal ini –menurut
negara-negara kafir barat sebagai pengekspor demokrasi– tidaklah
demokratis. Tegaknya syari’at mengancam keberadaan demokrasi.
Maha benar Alloh dengan firman-Nya:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ
مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ ﴿١٢٠﴾
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Alloh
Itulah petunjuk (yang benar)”, dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Alloh tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al Baqoroh 120)
Ya, sampai kapanpun demokrasi tidak akan dapat menerima islam. Hanya ada satu pilihan: demokrasi atau islam.
oleh: Muhammad Ibnu Ghifar
Saat ini penulis aktif di Sharia 4 Indonesia. Sharia 4 Indonesia adalah
komunitas muslim yang progresif mengkampanyekan penerapan syari’ah
diseluruh dunia, khususnya di bumi Indonesia. Aktivitas-aktivitas Sharia
4 Indonesia dapat dilihat di www.sharia4indonesia.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar